PARADIGMA ETIKA LINGKUNGAN HIDUP
oleh :
Nama : Sheny Setiyantoro
NIM :
3201414020
Prodi :
Pendidikan Geografi
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2015
2.5 Kearifan
dalam Menjaga Lingkungan
Krisis lingkungan hidup yang sering dihadapi manusia
pada saat ini merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang
“nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir
tidak peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis
ekologis yang dihadapi manusia berakar dari krisis etika atau krisis moral.
Manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma
yang seharusnya ditaati dengan norma-norma ciptaan yang dibuat demi
kepentingannya sendiri.
Manusia pada saat ini dalam memperlakukan alam
hampir tidak menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan
dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis
kualitas sumber daya alam sepeti lenyapnyasebagian spesies baik tumbuhan maupun
hewan dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan
kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan
sehari-hari manusia.
Etika lingkungan hidup secara khusus memberi bobot
pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas masalah
lingkungan yang terjadi pada saat ini. Para penganut utilitirianisme, secara
khusus memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang dilakukan
kita sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka.
Pentingnya melestarikan lingkungan hidup untuk masa
sekarang hingga masa yang akn datang secara eksplisit menunjukkan bahwa
perjuangan manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara
berkesinambungan, dengan jaminan estafet antar generasi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai
perilaku manusia terhadap alam. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai
relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan
manusia yang mempunyai dampak pada alam di antara manusia dengan makhluk hidup
lain atau dengan alam secara keseluruhan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa
pengertian dan definisi etika lingkungan hidup ?
b. Bagaimana
paradigma lingkungan hidup ?
c. Bagaimana
prinsip – prinsip etika lingkungan hidup ?
d. Bagaimana
perilaku manusia terhadap linkunan hidup ?
e. Bagaimana
Kearifan dalam menjaga lingkungan ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui
pengertian dan definisi etika lingkungan hidup.
b. Mengetahui
paradigma lingkungan hidup.
c. Mengetahui
prinsip – prisip etika lingkungan hidup.
d. Menetahui
perilaku manusia terhadap lingkungan.
e. Mengetahui
kearifan dalam menjaga lingkungan.
2.1 Pengertian
dan Definisi Etika Lingkungan
Etika (Bertens, 1993) berasal dari kata
Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik
dengan kata moral yang berasal dari kata latinmos, yang dalam bentuk
jamaknya mores yang juga berarti adat atau cara hidup. Etika dan
moral artinya sama, namun dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.
Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Suseno (1987)
membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah ajaran wejangan,
khotbah, peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah
pelbagai orang dalam kedudukan agama, dan tulisan para bijak. Etika merupakan
pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.
Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang
etika lingkungan hidup adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Etika
lingkungan hidup lebih dipahami sebagai sebuah kritik atas etika yang selama
ini dianut oleh manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika
lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan
juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis.
Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah
perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.
Dengan etika lingkungan, kita manusia tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban
terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilaku,
tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada
dalam batas kelentingan lingkungan hidup. Jadi etika lingkungan hidup juga
berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara
manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia
dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan termasuk di dalamnya
berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap
alam. Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut, diperlukan pemahaman
tentang perubahan paradigma terhadap lingkungan hidup itu sendiri.
Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh
para ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya dan didukung oleh
sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan
kehidupan. Harvey dan Holly (1981) mengutip batasan pengertian paradigma yang
dikemukakan oleh Kuhn dalam the Structure of Scientific Revolution (1970) yang
mengartikan paradigma sebagai “keseluruhan kumpulan (lkonstelasi)
kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) mempelajari,
menjelaskan, cakupan dan sasaran kajian, dan sebagainya yang dianut oleh warga
suatu komunitas tertentu”.
1. Antroposentrisme
Antroposentrisme merupakan suatu etika yang
memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Di dalam
antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia,
dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan
paling penting diantara makhluk hidup lainnya.
2. Biosentrisme
Biosentrisme merupakan suatu paradigma yang
memandang bahwa setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga
pada dirinya sendiri, sehinnga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian
moral. Konsekuensimya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap
kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia atau
makhluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral. Oleh karena itu, kehidupan
makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap
keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perimbangan untung dan rugi bai
kepentingan manusia.
3. Ekosentrisme
Ekosentrisme merupakan suatu paradigm yang lebih
jauh jangkauannya. Pada ekosentrisme memusatkan etika pada seluruh
komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Kewajiban dan
tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup namun juga berlaku
terhadap semua realitas ekologis.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan
tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia
dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung
maupun perilaku terhadap sesama manusia yang tertentu terhadap alam.
Keraf
(2005: 143-159) memberikan minimal ada enam prinsip dalam etika lingkungan
hidup, antara lain :
1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for
Nature)
Dari ketiga
teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwaalam perlu dihormati.
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai
bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk
dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi
terutama karena kenyataan bahwa manusiaadalah satu kesatuan dari alam.
2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for
Nature)
Setiap
bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengantujuannya
masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentinganmanusia atau
tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung
jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusiauntuk mengambil usaha,
kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan
segala isinya. Itu berarti kelestarian dankerusakan alam semesta merupakan
tanggung jawab bersama seluruh umatmanusia. Wujud konkretnya, semua orang harus
bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan
mencegah sertamemulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan
terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang
secarasengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait
dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip initerbentuk
dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu,
manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan
perasaan solider, perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk
hidup lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup
lain. Manusia bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan
memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa
yangterjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu
mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dansemua kehidupan yang ada di
alam semesta. Prinsip ini juga mencegahmanusia untuk tidak merusak dan
mencemari alam dan seluruh kehidupandidalamnya, sama seperti manusia tidak akan
merusak kehidupannya sertamerusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi
sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas
keseimbangan kehidupan. Prinsip ini jugamendorong manusia untuk mengambil
kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang
merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan menentak
pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena mereka
merasa sakit samaseperti yang dialami oleh alam yang rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam
(Caring for Nature)
Prinsip ini
juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitasekologis mempunyai hak
untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dandirawat. Prinsip kasih sayang
dan kepedulian adalah prinsip tanpamengharapkan balasan yang tidak didasarkan
atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin
mencintai dan peduli kepadaalam, manusia semakin berkembang menjadi manusia
yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh
berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang,
damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.
5. Prinsip³ No Harm´
Berdasarkan
keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yangrelevan adalah
prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajibanmoral dan tanggung
jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akanmau merugikan alam secara
tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme,
manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta
ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankanuntuk
memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dantumbuhan, untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap
menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup danhanya dilakukan sejauh
memenuhi kebutuhan hidup manusia yang palingvital. Jadi, pemenuhan kebutuhan
hidup manusia yang bersifat kemewahandan di luar batas-batas yang wajar
ditentang karena dianggap merugikankepentingan makhluk hidup lain (binatang dan
tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakandalam
bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga
dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung jawab moral yang sama
bisa mengambil bentuk minimal dengantidak melakukan tindakan yang merugikan
alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan
musnahnya spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan
terbakar, tidak membuanglimbah seenaknya, dan sebagainya.
6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan
dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam adalah kualitas,
cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalahtidak rakus dan tamak dalam
mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena
krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya
melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
Selain itu, pola dan gayahidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu
saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk
kepentingannya. Kalaumanusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari
alam, ia harusmemanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola
konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang
bisaditolerir oleh alam.
2.4 Perilaku
Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
pihak luar (Atmaja, 2003). Sniker juga merumuskan bahwa perilaku manusia
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari
luar, oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organism termasuk manusia, dan kemudian akan merespon.
Rogers (1974) mengungkapkan terjadinya proses
perilaku, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru),
di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan adalah awareness
(kesadaran), interest (ketertarikan), evaluation (menimbang-nimbang baik
tidaknya bagi dirinya), trial ( mencoba) dan adoption (beradapsi untuk
bererilaku baru dan sudah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu
lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan biologis (tumbuhan, hewan),
lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama
manusia). Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam
lingkungan hidup tersebut.
2.5 Kearifan Dalam Menjaga Lingkungan
Secara sederhana, kearifan lokal (indigenous
knowledge atau local knowledge) dapat dipahami sebagai pengetahuan
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu yang mencakup di dalamnya
sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkaitan dengan model-model pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari (Zakaria, 1994: 56. Orang-orang
yang memiliki kepedulian alam ini kemudian menciptakan aturan-aturan sederhana
yang pada awalnya didapatkan melalui proses trial & errordengan cara
meneruskan aktivitas yang diyakini dapat melestarikan alam dan meninggalkan
praktek-praktek yang berujung pada kerusakan (Mitchell, 2003: 299). Aturan atau
ketentuan dalam format ‘kearifan lokal’ tersebut diciptakan oleh masyarakat
dalam terminologi pantangan yang bercorak religius-magis dan aturan adat
(Lubis, 2005: 251).
Kearifan lokal berkaitan dengan etika dan sopan
santun berkehidupan, sedangkan lokal mencerminkan lingkungan sekitar. Sejak
kecil orang tua sudah menanamkan bentuk kearifan dalam berhubungan dengan
sesama manusia atau dengan alam. Seorang anak memiliki bekal sopan santun adat
setempat. Bentuk kearifan lokal tentu berbeda-beda, sikap anak pantai berbeda
dengan sikap anak gunung. Anak kota memiliki pandangan uang berbeda dengan anak
desa. Pendidikan kearifan lokal yang sejak kecil ditanamkan oleh orang tua,
tidak boleh berhenti pada level SD. Sesuai dengan kematangan pola pikir, anak
SMP dan SMA harus lebih banyak diskusi pentingnya hal ini.
Menurut Syahrin (2010) kearifan merupakan
seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat
(komunitas) setempat. Kearifan itu terhimpun dari pengalaman panjang dalam
menggeluti alam melalui ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah
pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang
harmonis. Kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan,
diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungan khas.
Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas, dan peralatan.
Kearifan lingkungan yang diwujudkan dalam tiga bentuk tersebut lalu dipahami, dikembangkan,
dipedomani, dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya.
Sikap dan perilaku menyimpang dari kearifan lingkungan, dianggap penyimpangan (deviant),
tidak arif, merusak, mencemari, dan mengganggu. Kearifan lingkungan merupakan aktivitas
dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam
mengamati, memanfaatkan, dan mengolah alam.
Bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat
berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan
aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan hidup dalam
aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam seperti untuk
konservasi dan pelestarian sumber daya alam. Fungsi untuk pengembangan sumber
daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup atau karma. Fungsi
untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, sebagai identitas suatu
kelompok masyarakat, sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan,
mempunyai makna sosial misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat
(Setyowati dkk, 2013 ).
Bencana disebabkan oleh kian menyusutnya kualitas dan
kuantitas hutan. Pohon-pohon yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap air
makin berkurang . Akibatnya, terjadi tanah longsong dan banjir bandang. Di
sinilah letak urgensi kearifan lokal dalam konteks sumberdaya hutan, yaitu
adanya ‘hutan larangan’. Ketentuan ini mengatur suatu kawasan hutan yang tidak
boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, apalagi ditebangi untuk keperluan apapun.
Penentuan ‘hutan larangan’ biasanya ditetapkan berdasarkan pada efektivitasnya
dalam menjaga kelestarian lingkungan, (Lubis, 2005: 251).
Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah
perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan.
Dengan etika lingkungan, kita manusia tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban
terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilaku,
tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada
dalam batas kelentingan lingkungan hidup.
Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh
para ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya dan didukung oleh
sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan
kehidupan. Hubungan manusia dengan alam terbagi atas antroposentrisme,
biosentrisme, dan ekosentrisme.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan
tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia
dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung
maupun perilaku terhadap sesama manusia yang tertentu terhadap alam.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu
lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan biologis (tumbuhan, hewan),
lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama
manusia). Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam
lingkungan hidup tersebut.
3.2 Saran
Etika lingkungan hidup memberikan pelajaran kepada
kita bagaimana cara kita menghormati, menggunakan dan melestarikan alam.
Apabila perilaku manusia terhadap alam baik maka alam akan berlaku baik pula
kepada manusia. Terjadinya bencana pada saat-saat ini merupakan ulah dari
manusia sendiri yang tidak bisa menjaga alam dengan baik. Oleh karena itu,
bersahabat baiklah dengan alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar