Salam Konservasi

Salam Konservasi

Selasa, 01 Desember 2015





PARADIGMA ETIKA LINGKUNGAN HIDUP


oleh :


Nama              : Sheny Setiyantoro

NIM                : 3201414020

Prodi               : Pendidikan Geografi





UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015








2.5    Kearifan dalam Menjaga Lingkungan








Krisis lingkungan hidup yang sering dihadapi manusia pada saat ini merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tidak peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi manusia berakar dari krisis etika atau krisis moral. Manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya ditaati dengan norma-norma ciptaan yang dibuat demi kepentingannya sendiri.
Manusia pada saat ini dalam memperlakukan alam hampir tidak menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam sepeti lenyapnyasebagian spesies baik tumbuhan maupun hewan dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Etika lingkungan hidup secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan generasi mendatang dalam membahas masalah lingkungan yang terjadi pada saat ini. Para penganut utilitirianisme, secara khusus memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang dilakukan kita sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka.
Pentingnya melestarikan lingkungan hidup untuk masa sekarang hingga masa yang akn datang secara eksplisit menunjukkan bahwa perjuangan manusia untuk menyelamatkan lingkungan hidup harus dilakukan secara berkesinambungan, dengan jaminan estafet antar generasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Etika lingkungan hidup tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam. Etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam di antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.



1.2     Rumusan Masalah
a.         Apa pengertian dan definisi etika lingkungan hidup ?
b.         Bagaimana paradigma lingkungan hidup ?
c.         Bagaimana prinsip – prinsip etika lingkungan hidup ?
d.         Bagaimana perilaku manusia terhadap linkunan hidup ?
e.         Bagaimana Kearifan dalam menjaga lingkungan ?


1.3    Tujuan
a.         Mengetahui pengertian dan definisi etika lingkungan hidup.
b.         Mengetahui paradigma lingkungan hidup.
c.         Mengetahui prinsip – prisip etika lingkungan hidup.
d.         Menetahui perilaku manusia terhadap lingkungan.
e.         Mengetahui kearifan dalam menjaga lingkungan.





2.1    Pengertian dan Definisi Etika Lingkungan
Etika (Bertens, 1993) berasal dari kata Yunani ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Etika identik dengan kata moral yang berasal dari kata latinmos, yang dalam bentuk jamaknya mores yang juga berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral artinya sama, namun dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada. Suseno (1987) membedakan ajaran moral dan etika. Ajaran moral adalah ajaran wejangan, khotbah, peraturan lisan atau tulisan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah pelbagai orang dalam kedudukan agama, dan tulisan para bijak. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran dan pandangan moral.
Keraf (2005) memberikan suatu pengertian tentang etika lingkungan hidup adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Etika lingkungan hidup lebih dipahami sebagai sebuah kritik atas etika yang selama ini dianut oleh manusia, yang dibatasi pada komunitas sosial manusia. Etika lingkungan hidup menuntut agar etika dan moralitas tersebut diberlakukan  juga bagi komunitas biotis dan komunitas ekologis.
Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan, kita manusia tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilaku, tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup. Jadi etika lingkungan hidup juga berbicara mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk lain atau dengan alam secara keseluruhan termasuk di dalamnya berbagai kebijakan yang mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Untuk menuju kepada etika lingkungan hidup tersebut, diperlukan pemahaman tentang perubahan  paradigma terhadap lingkungan hidup itu sendiri.

Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan. Harvey dan Holly (1981) mengutip batasan pengertian paradigma yang dikemukakan oleh Kuhn dalam the Structure of Scientific Revolution (1970) yang mengartikan paradigma sebagai “keseluruhan kumpulan (lkonstelasi) kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, cara-cara (teknik) mempelajari, menjelaskan, cakupan dan sasaran kajian, dan sebagainya yang dianut oleh warga suatu komunitas tertentu”.
1.      Antroposentrisme
Antroposentrisme merupakan suatu etika yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Di dalam antroposentrisme, etika, nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia, dan bahwa kebutuhan dan kepentingan manusia mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting diantara makhluk hidup lainnya.
2.      Biosentrisme
Biosentrisme merupakan suatu paradigma yang memandang bahwa setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, sehinnga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Konsekuensimya, alam semesta adalah sebuah komunitas moral, setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun bukan manusia atau makhluk lain, sama-sama mempunyai nilai moral. Oleh karena itu, kehidupan makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perimbangan untung dan rugi bai kepentingan manusia.
3.      Ekosentrisme
Ekosentrisme merupakan suatu paradigm yang lebih jauh jangkauannya. Pada ekosentrisme  memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun yang tidak hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup namun juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.



Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang tertentu terhadap alam.
Keraf (2005: 143-159) memberikan minimal ada enam prinsip dalam etika lingkungan hidup, antara lain :
1.      Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwaalam perlu dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar  bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusiaadalah satu kesatuan dari alam.

2.      Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengantujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentinganmanusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusiauntuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dankerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umatmanusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah sertamemulihkan kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secarasengaja ataupun tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.

3.      Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip initerbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu, manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan perasaan solider, perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yangterjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dansemua kehidupan yang ada di alam semesta. Prinsip ini juga mencegahmanusia untuk tidak merusak dan mencemari alam dan seluruh kehidupandidalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak kehidupannya sertamerusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini jugamendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan menentak pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena mereka merasa sakit samaseperti yang dialami oleh alam yang rusak.

4.      Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitasekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dandirawat. Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpamengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepadaalam, manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya seluas alam.

5.      Prinsip³ No Harm´
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yangrelevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajibanmoral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akanmau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia diperkenankanuntuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang dantumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup danhanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang palingvital. Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahandan di luar batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikankepentingan makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung jawab moral bisa dinyatakandalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban dantanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengantidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuanglimbah seenaknya, dan sebagainya.
6.      Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalahtidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gayahidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalaumanusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harusmemanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisaditolerir oleh alam.


2.4    Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar (Atmaja, 2003). Sniker juga merumuskan bahwa perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar, oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organism termasuk manusia, dan kemudian akan merespon.
Rogers (1974) mengungkapkan terjadinya proses perilaku, bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan adalah awareness (kesadaran), interest (ketertarikan), evaluation (menimbang-nimbang baik tidaknya bagi dirinya), trial ( mencoba) dan adoption (beradapsi untuk bererilaku baru dan sudah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan biologis (tumbuhan, hewan), lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam lingkungan hidup tersebut.

2.5   Kearifan Dalam Menjaga Lingkungan
Secara sederhana, kearifan lokal (indigenous knowledge atau local knowledge) dapat dipahami sebagai pengetahuan kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tertentu yang mencakup di dalamnya sejumlah pengetahuan kebudayaan yang berkaitan dengan model-model pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari (Zakaria, 1994: 56. Orang-orang yang memiliki kepedulian alam ini kemudian menciptakan aturan-aturan sederhana yang pada awalnya didapatkan melalui proses trial & errordengan cara meneruskan aktivitas yang diyakini dapat melestarikan alam dan meninggalkan praktek-praktek yang berujung pada kerusakan (Mitchell, 2003: 299). Aturan atau ketentuan dalam format ‘kearifan lokal’ tersebut diciptakan oleh masyarakat dalam terminologi pantangan yang bercorak religius-magis dan aturan adat (Lubis, 2005: 251).
Kearifan lokal berkaitan dengan etika dan sopan santun berkehidupan, sedangkan lokal mencerminkan lingkungan sekitar. Sejak kecil orang tua sudah menanamkan bentuk kearifan dalam berhubungan dengan sesama manusia atau dengan alam. Seorang anak memiliki bekal sopan santun adat setempat. Bentuk kearifan lokal tentu berbeda-beda, sikap anak pantai berbeda dengan sikap anak gunung. Anak kota memiliki pandangan uang berbeda dengan anak desa. Pendidikan kearifan lokal yang sejak kecil ditanamkan oleh orang tua, tidak boleh berhenti pada level SD. Sesuai dengan kematangan pola pikir, anak SMP dan SMA harus lebih banyak diskusi pentingnya hal ini.
Menurut Syahrin (2010) kearifan merupakan seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat (komunitas) setempat. Kearifan itu terhimpun dari pengalaman panjang dalam menggeluti alam melalui ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis. Kearifan lingkungan (ecological wisdom) merupakan pengetahuan, diperoleh dari abstraksi pengalaman adaptasi aktif terhadap lingkungan khas. Pengetahuan tersebut diwujudkan dalam bentuk ide, aktivitas, dan peralatan. Kearifan lingkungan yang diwujudkan dalam tiga bentuk tersebut lalu dipahami, dikembangkan, dipedomani, dan diwariskan secara turun-temurun oleh komunitas pendukungnya. Sikap dan perilaku menyimpang dari kearifan lingkungan, dianggap penyimpangan (deviant), tidak arif, merusak, mencemari, dan mengganggu. Kearifan lingkungan merupakan aktivitas dan proses berpikir, bertindak dan bersikap secara arif dan bijaksana dalam mengamati, memanfaatkan, dan mengolah alam.
Bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam seperti untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam. Fungsi untuk pengembangan sumber daya manusia, misalnya berkaitan dengan upacara daur hidup atau karma. Fungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, sebagai identitas suatu kelompok masyarakat, sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan, mempunyai makna sosial misalnya upacara integrasi komunal atau kerabat (Setyowati dkk, 2013 ).
Bencana disebabkan oleh kian menyusutnya kualitas dan kuantitas hutan. Pohon-pohon yang berfungsi sebagai penyangga dan penyerap air makin berkurang . Akibatnya, terjadi tanah longsong dan banjir bandang. Di sinilah letak urgensi kearifan lokal dalam konteks sumberdaya hutan, yaitu adanya ‘hutan larangan’. Ketentuan ini mengatur suatu kawasan hutan yang tidak boleh dimanfaatkan oleh masyarakat, apalagi ditebangi untuk keperluan apapun. Penentuan ‘hutan larangan’ biasanya ditetapkan berdasarkan pada efektivitasnya dalam menjaga kelestarian lingkungan, (Lubis, 2005: 251).






Etika lingkungan hidup merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan, kita manusia tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan hidup juga membatasi perilaku, tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kelentingan lingkungan hidup.
Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya dan didukung oleh sebagian besar komunitas, serta berpengaruh terhadap perkembangan ilmu dan kehidupan. Hubungan manusia dengan alam terbagi atas antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat dipakai sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang tertentu terhadap alam.
Lingkungan hidup terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan biologis (tumbuhan, hewan), lingkungan buatan (sarana prasarana), dan lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Bentuk perilaku terhadap lingkungan hidup juga mencakup ketiga macam lingkungan hidup tersebut.

3.2     Saran
Etika lingkungan hidup memberikan pelajaran kepada kita bagaimana cara kita menghormati, menggunakan dan melestarikan alam. Apabila perilaku manusia terhadap alam baik maka alam akan berlaku baik pula kepada manusia. Terjadinya bencana pada saat-saat ini merupakan ulah dari manusia sendiri yang tidak bisa menjaga alam dengan baik. Oleh karena itu, bersahabat baiklah dengan alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar